Hati Yang Sehat
Rabu, Mei 27, 2009 Edit This 0 Comments »
Saudaraku, ajaklah segera hati ini meninggalkan dunia ini dan berpindah ke akhirat, tempatkan hati ini diakhirat sehingga seakan kita adalah penduduk negeri akhir itu. Anggaplah kehadiran kita di dunia fana ini hanya sebagai orang asing, yang singgah sesaat sebelum kembali meneruskan perjalanan ke alam akhirat. Rasulullah manusia agung pun pernah mengingatkan kita bahwa; “Jadikanlah dirimu di dunia ini seakan-akan kamu orang asing atau orang yang sedang menyeberangi suatu jalan.”(HR. Bukhari)
Sadarilah saudaraku, semakin manusia mengejar dan menyibukkan diri dengan urusan dunia, itu pertanda semakin parah penyakit yang bersarang di hatinya. Ia memandang dunia seolah tempat hidup yang kekal dan abadi. Sungguh tidak demikian saudaraku, kita hanya singgah sesaat disini.
Saudaraku, jangan biarkan kita lupa atau melepaskan diri dari dzikrullah dan tilawah Al Qur’an atau bentuk ibadah lainnya. Sedetik saja kita meninggalkannya, tentu kita akan merasakan sakit yang teramat sangat melebihi rasa sakit saat kehilangan sebagian harta dan benda kesayangan kita.
Banyak orang-orang yang teramat rindunya dengan orang yang disayanginya, namun sudahkah kita merindukan kebersamaan kita dengan Allah, merindukan untuk mengabdi kepada Allah seperti rindu kepada orang yang disayang itu. Rindu seperti yang pernah digambarkan Yahya bin Mu’adz: “Barangsiapa merasa senang dan damai berkhidmat kepada Allah, maka segala sesuatu pun akan senang berkhidmat kepadanya, dan barangsiapa tentram pandangannya (mata batinnya) karena Allah, maka tentram pula yang lainnya ketika melihat orang seperti ini.”
Yang seperti ini saudaraku, tentu karena ia menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam hidupnya.
Saudaraku, ukurlah kesehatan hati kita saat menghadapkan diri ini kepada Allah dalam sholat. Pernahkah merasakan kenikmatan dan kesejukan jiwa yang begitu suci dalam setiap sholat kita sehingga menghilangkan segala gundah akan kenikmatan dunia yang serba semu. Jika jawabannya adalah Ya, maka berbahagialah.
Selain itu saudaraku, sudah seharusnya kita sadar bahwa waktu berlalu begitu singkat dan cepat, mereka tidak akan pernah kembali jika sudah terlewati. Maka, hargailah setiap waktu yang kita miliki dan tidak menyia-nyiakannya sehingga kita tidak tergolong orang-orang yang merugi.
Janganlah terputus dan malas akan mengingat Allah, utamakan kualitas amalan daripada kuantitasnya, ikhlaslah dalam beramal, ikutilah petunjuk syariat Rasulullah dalam berbuat (mutaaba’ah) serta ihsan dalam beribadah. Disamping itu, renungkan juga segala bentuk karunia yang Allah berikan, kaji ulang setiap ketidakmampuan kita dalam memenuhi hak-hak Allah.
Saudaraku, jika kita sudah merasakan dan melakukan semua hal diatas yang menandakan sehatnya hati ini, bolehlah kita tersenyum. Namun jika tidak, sebaiknya perbanyaklah menangis karena sungguh hati ini seperti membatu, segeralah benahi hati ini agar kembali sehat detik ini juga, sebelum detik berikutnya Izrail menghampiri kita tanpa tersenyum.
Wallahu a’lam bishshowaab.
Sadarilah saudaraku, semakin manusia mengejar dan menyibukkan diri dengan urusan dunia, itu pertanda semakin parah penyakit yang bersarang di hatinya. Ia memandang dunia seolah tempat hidup yang kekal dan abadi. Sungguh tidak demikian saudaraku, kita hanya singgah sesaat disini.
Saudaraku, jangan biarkan kita lupa atau melepaskan diri dari dzikrullah dan tilawah Al Qur’an atau bentuk ibadah lainnya. Sedetik saja kita meninggalkannya, tentu kita akan merasakan sakit yang teramat sangat melebihi rasa sakit saat kehilangan sebagian harta dan benda kesayangan kita.
Banyak orang-orang yang teramat rindunya dengan orang yang disayanginya, namun sudahkah kita merindukan kebersamaan kita dengan Allah, merindukan untuk mengabdi kepada Allah seperti rindu kepada orang yang disayang itu. Rindu seperti yang pernah digambarkan Yahya bin Mu’adz: “Barangsiapa merasa senang dan damai berkhidmat kepada Allah, maka segala sesuatu pun akan senang berkhidmat kepadanya, dan barangsiapa tentram pandangannya (mata batinnya) karena Allah, maka tentram pula yang lainnya ketika melihat orang seperti ini.”
Yang seperti ini saudaraku, tentu karena ia menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam hidupnya.
Saudaraku, ukurlah kesehatan hati kita saat menghadapkan diri ini kepada Allah dalam sholat. Pernahkah merasakan kenikmatan dan kesejukan jiwa yang begitu suci dalam setiap sholat kita sehingga menghilangkan segala gundah akan kenikmatan dunia yang serba semu. Jika jawabannya adalah Ya, maka berbahagialah.
Selain itu saudaraku, sudah seharusnya kita sadar bahwa waktu berlalu begitu singkat dan cepat, mereka tidak akan pernah kembali jika sudah terlewati. Maka, hargailah setiap waktu yang kita miliki dan tidak menyia-nyiakannya sehingga kita tidak tergolong orang-orang yang merugi.
Janganlah terputus dan malas akan mengingat Allah, utamakan kualitas amalan daripada kuantitasnya, ikhlaslah dalam beramal, ikutilah petunjuk syariat Rasulullah dalam berbuat (mutaaba’ah) serta ihsan dalam beribadah. Disamping itu, renungkan juga segala bentuk karunia yang Allah berikan, kaji ulang setiap ketidakmampuan kita dalam memenuhi hak-hak Allah.
Saudaraku, jika kita sudah merasakan dan melakukan semua hal diatas yang menandakan sehatnya hati ini, bolehlah kita tersenyum. Namun jika tidak, sebaiknya perbanyaklah menangis karena sungguh hati ini seperti membatu, segeralah benahi hati ini agar kembali sehat detik ini juga, sebelum detik berikutnya Izrail menghampiri kita tanpa tersenyum.
Wallahu a’lam bishshowaab.
0 komentar:
Posting Komentar