kejarlah kebaikan sampai ke liang lahat

Jumat, Mei 01, 2009 Edit This 0 Comments »
Waktu adalah ladang amal. Allah swt. menyediakannya agar kita menggunakannya sebagai modal penting menggapai ridha-Nya. Keutamaan seseorang di sisi Allah, selain ditentukan oleh keimanan dan amal shalihnya adalah faktor keterdahuluannya dalam keimanan dan amal shalihnya. Tidaklah sama antara orang-orang yang terdahulu masuk Islam -As-Sabiqunal Awwalun- dan orang-orang yang belakangan. Tidak sama antara jamaah yang berada di shaf awal dalam shalat dengan yang berada di barisan paling belakang. Berbeda derajat orang yang hadir di shalat Jumat paling awal dengan yang paling akhir.
Saudaraku…

Menyegerakan amal, itulah ajaran Islam kepada ummatnya. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah saw. menasihati para sahabatnya untuk selalu menyegerakan amal saleh, kendati mereka itu manusia-manusia yang teruji keimanannya. Kata Nabi kala itu,
“Bersegeralah melakukan amal-amal saleh (kebajikan). (Sebab) sebuah fitnah akan datang bagai sepotong malam yang gelap. Seseorang yang paginya mukmin, sorenya menjadi kafir. Dan seseorang yang sorenya bisa jadi kafir, paginya menjadi mukmin. Ia menjual agamanya dengan harga dunia.” (H.R. Muslim)

Demikian pesan Nabi saw. mulia itu juga disampaikan untuk kita. Adakah di antara kita yang selama sehari semalam penuh menjadi seorang mukmin sejati? Bisakah dan mampukah kita selama 24 jam tidak melakukan dosa dan sikap kufur, sekecil apapun kepada Allah Taala? Padahal ketika Allah swt. memberikan waktu 24 jam sehari, transaksinya adalah untuk dipersembahkan kepada Allah swt. semuanya. Pada setiap shalat kita selalu mengumandangkannya kepada Allah.

“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am: 162)

Bukankah ketika kita tidak berempati atas nasib kaum lemah dan tertindas adalah bentuk kekufuran terhadap nikmat? Bukankah di saat kita tidur dan bangun tidur tanpa mengingat Allah, tanda kita lupa kepada-Nya? Bukankah lupa adalah bagian dari kekufuran kita kepada Sang Khaliq?

Saudaraku…

Sesungguhnya fitnah itu lebih cepat bergerak. Sekali kita membiarkannya maka selanjutnya ia akan bersemayam dan berkembang dalam tubuh kita. Begitu cepat dan samarnya sampai menjadikan orang pindah agama, menggadaikannya dengan sedikit kesenangan dunia

Wajar jika sampai-sampai Rasulullah saw. mengingatkan para sahabatnya itu, walau Nabi tahu keimanan para sahabat itu tak akan tertandingi oleh orang-orang sesudahnya.

Dengan apa kita menutup pintu fitnah? Ya, dengan amal shaleh. Apa saja dalam hidup orang beriman bisa menjadi amal kebaikan. Kita membuang sampah pada tempatnya itu amal baik. Berniat tidak bohong itu amal mulia. Mengucapkan salam kepada kawan itu amal yang terpuji. Mendo’akan saudara seiman kendati mereka tak tahu juga amal shaleh. Dan masih banyak lagi amal shaleh, amakl kebajikan yang bisa kita lakukan, sekalipun kita tak memiliki sesuatu.
“Orang-orang kaya pergi mendapatkan pahala. Mereka shalat sebagaimana kita shalat, mereka puasa sebagaimana kita puasa. Namun mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Rasulullah bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian apa bisa kalian sedekahkan? Sesungguhnya satu tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, amar ma’ruf adalah sedekah, nahi munkar adalah sedekah, dan pada hubungan (dengan istri) kalian adalah sedekah.” Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, apakah seseorang mendatangi istrinya karena syahwatnya, apakah ia mendapatkan pahala?” Beliau bersabda, “Apa menurut kalian kalau dia meletakkannya pada yang haram. Bukankah baginya dosa? Demikian pula jika diletakkan pada yang halal, padanya ada pahala.” (Bukhari Muslim)

Allah swt. dengan keadilan-Nya memberikan peluang amal kepada masing-masing hamba-Nya. Baik orang miskin maupun kaya, masing-masing memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan kebajikan dan mendapatkan ridha Allah. Lebih dari itu, suatu amal tidak dilihat dari kuantitasnya, tapi dilihat dari motivasi dan niatnya. Kualitas amal seseorang tergantung kepada motivasi dan niatnya.

Saudaraku…

Boleh jadi infak seorang buruh sebesar 1000 rupiah, itu sama nilainya dengan infak seorang direktur sejumlah Rp. 1.000.000.000,00. Seorang murid barangkali lebih mulia dengan seorang gurunya, karena si murid lebih sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Sementara sang guru merasa cukup dengan ilmunya.

Menyegerakan amal kebajikan tentu akan memberi nilai tambah bagi pelakunya sendiri. Menyegerakan berbuat baik berarti mempercepat dirinya mendapatkan ampunan (maghfirah) dari Allah. Kenapa? Sebab, kita telah berupaya menutup pintu-pintu kemungkaran dan kebatilan. Dengan demikian pula, Allah akan membukakan kebahagiaan, yakni, surga. Itu semua hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang bertaqwa.

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran:133)

Mengapa kita mesti menyegerakan amal?

1. Karena asset waktu yang kita miliki hanyalah saat ini. Apa yang terjadi nanti dan esok hari kita tidak tahu. Kemarin bukan lagi milik kita, ia telah berlalu dan tidak akan kembali lagi. Kebaikan dan keburukan yang kita kerjakan kemarin tidak bisa kita ulang lagi. Ia menjadi kenangan saat ini. Jika kebaikan, bersyukurlah kita, dan jika keburukan menyesallah bersama orang-orang yang menyesal. Masih beruntung jika kita bersyukur hari ini, bukan saat di mana penyesalan tidak ada artinya lagi. Esok hari juga belum menjadi milik kita, ia ada di alam gaib yang hanya Allah swt. yang tahu. Kita tidak tahu apakah esok hari masih bisa menghirup udara pagi?

2. Karena amal kita tidak mungkin dikerjakan orang lain. Masing-masing orang akan datang kepada Allah dengan amal perbuatan yang dikerjakannya sendiri di dunia. Keshalihan orang tua tidak bisa diandalkan anaknya. Seorang suami tidak akan selamat dari murka Allah karena amal perbuatan istrinya. Kita boleh bangga terhadap pemimpin, orang tua, anak, guru, dan suami atau istri kita karena keshalihan mereka. Kebanggaan kita tidak bisa berbicara banyak di hadapan pengadilan Allah swt.

3. Karena kemuliaan derajat seseorang di sisi Allah swt. disebabkan oleh kesungguhannya dalam merespon seruan kebajikan dan mengamalkannya. Orang tua akan senang jika menyuruh anaknya mengerjakan sesuatu lalu dikerjakan segera. Sebaliknya ia akan marah jika si anak menunda-nunda mengerjakannya. Demikian pula Allah Ta’ala. Seruan kebajikan dikumandangkan untuk segera diamalkan.

4. Karena setiap waktu ada momentnya sendiri. Setiap waktu ada tuntutan amalnya. Banyak sekali amal perbuatan yang sangat terkait dengan waktu. Yang ketika waktunya berakhir, berakhir pula kesempatan untuk mengerjakannya. Seperti shalat, puasa, haji, berkurban, dan lain sebagainya.

5. Kesempatan beramal juga diberikan kepada seseorang pada waktu-waktu tertentu. Orang kaya diberi kesempatan beramal dengan kekayaannya. Orang berilmu diberi kesempatan beramal dengan ilmunya. Seorang pimpinan diberi kesempatan beramal dengan kekuasannya. Jangan sampai Allah swt. mencabut kesempatan itu dan tidak bisa lagi berbuat. Kesehatan, waktu luang, hidup, masa muda, dan kekayaan adalah kesempatan untuk beramal.

Saudaraku…

Tidak ada waktu lagi untuk berpikir. Saat inilah waktumu. Segeralah beramal sesuai dengan tuntutan waktunya. Kejarlah kebajikan sampai ke liang lahat. Wallahu A’lam.

0 komentar: